Minggu, 28 Juli 2013

SEJARAH KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA

Sumber Gambar: Google

Sejarah perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak pemerintahan Belanda abad ke-16. Kesehatan masyarakat di Indonesia pada waktu itu dimulai dengan adanya upaya pemberantasan penyakit cacar dan kolera yang sangat ditakuti oleh masyarakat pada waktu itu. Kolera sendiri masuk di Indonesia pada tahun 1927, dan pada tahun 1937 terjadi wabah kolera eltor di Indonesia. Kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembanglah penyakit tersebut. Sehingga sejak terjadinya wabah kolera tersebut, pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.

Namun demikian, di bidang kesehatan masyarakat yang lain, pada tahun 1807 pada waktu pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktik persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka menurunkan angka kematian bayi yang tinggi pada waktu itu. Akan tetapi, upaya ini tidak berlangsung lama, karena tenaga pelatih kebidanan yang langka. Kemudian pada tahun 1952 (zaman kemerdekaan), barulah dilakukan pelatihan dukun bagi lagi secara cermat.

Pada tahun 1851 sekolah dokter Jawa yang didirikan oleh dr. Bosch, kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer dan dr. Bleeker di Indonesia. Sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi. Pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di Surabaya dengan nama NIAS (Nederland Indische Arsten School). Pada tahun 1927, STOVIA berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya Universitas Indonesia tahun 1947 STOVIA berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kedua sekolah dokter tersebut memiliki andil yang sangat besar dalam menghasilkan tenaga dokter yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.

Tidak kalah pentingnya dalam mengembangkan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah berdirinya Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung pada tahun 1888. Kemudian pada tahun 1938 Pusat Laboratorium ini berubah nama menjadi Lembaga Eykman. Selanjutnya disusul dengan didirikannya laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar, Surabaya dan Yogyakarta. Laboratorium-laboratorium ini memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit, seperti malaria, lepra, cacar, dan sebagainya, bahkan untuk bidang kesehatan masyarakat lain seperti gizi dan sanitasi lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar